Tuesday, August 24, 2004

Berakhir Pekan di Taman Nasional Gunung Halimun


Kireina Halimun

Dalam suatu kesempatan berakhir pekan, penulis bersama keluarga bergabung dengan "Toyota Indonesia Adventure Club" pergi mengunjungi salah satu taman nasional yang berada di Sukabumi yang bernama Taman Nasional Gunung Halimun.Perjalanan menuju ke lokasi tidaklah terlalu jauh. Jika diukur berdasarkan kilometer yang tertera di mobil, jarak tempuh dari Jakarta tepatnya dari rumah penulis disekitar Rawamangun adalah 115 KM dan ditempuh dengan waktu sekitar 5 jam ( sebelum nyasar selama 1 jam ).Suasana perjalanan dari Jakarta menuju Sukabumi merupakan perjalanan yang hampir dilakoni penulis sehari-hari, yaitu macet, saling serobot, kendaraan yang berhenti seenaknya, memotong jalan tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya, motor-motor dengan seenaknya berjalan tanpa memperhatikan keadaan kendaraan didepan, kepot kanan dan kiri bak jalannya seorang.Disini penulis tidak ingin membahas keadaan selama perjalanan dari Jakarta ke Sukabumi. Yang akan diceritakan disini adalah perjalanan dari Parung Kuda menuju lokasi. Balai Penelitian KebandunganDalam perjalanan menuju perhentian pertama yaitu di Balai Penelitian Kebandungan, penulis merasakan betapa sepinya perjalanan dari Parung Kuda menuju Balai tersebut. Kendaraan yang ditumpangi penulis dapat melaju tanpa mengalami kemacetan walaupun jalan tersebut tidaklah lebar.Dari Parung Kuda menuju Balai Penelitian Kebandungan, jarak tempuh yang dilakoni penulis adalah 40 menit. Jalan-jalan yang dilalui benar-benar terasa mengasyikan. Jalan yang naik turun dan berkelok-kelok tanpa ada lubang-lubang, sungguh sangat mendorong "adrenalin" untuk memacu kendaraan dengan cepat. Namun mengingat penumpang lainnya, sang pengemudi dapat mengendalikan "adrenalin"nya untuk tidak memacu kendaraan dengan laju..

Sesampainya di Balai Penelitian Kebandungan, sekitar 39 orang yang tergabung di TIAC sudah menanti dengan penuh kesabaran ( maklum penulis pake nyasar segala ) dan sudah selesai makan siang dengan menu yang Luar Biasa "baby fish", daging balado, sambel dan nasi timbel ( tidak demikian dengan penulis yang masih dalam kondisi lapar karena penulis ditawarin makan malah ngobrol...apa boleh buat).Setelah berkumpul semua (6 anak dibawah usia 12 tahun, 5 wanita dan sisanya kurang lebih 34 pria) dengan mengendarain 8 buah kijang ( memang kijang tiada duanya ), rombongan menuju lokasi Cikaniki sebagai base camp.Selama perjalanan menuju lokasi "base camp" jalan yang dilalui adalah jalan setapak yang dilapisi batu-batu gunung. Menurut penuturan penjaga disana, bahwa batu-batu tersebut memang sengaja ditaruh agar para pengunjung tidak dengan semena-mena keluar masuk taman nasional tersebut. Dengan demikian inti dari pemasangan batu-batuan tersebut memang bertujuan untuk tetap menjaga kelestarian alam gunung Halimun.Dengan kondisi jalan yang berbatu, kecepatan kendaraan memang hanya bisa sekitar 5 - 10 KM per jam. Padahal jarak antara Balai Penelitian Kebandungan ke Base Camp Cikaniki hanya sekitar 5 - 6 KM.

Setelah menempuh jarak tersebut dengan waktu sekitar 1 jam 20 Menit, tibalah kami di base Camp yang bol;eh dikatakan "Bungalow" ditengah hutan. Jarak tempuh tersebut tak terasa lama karena selama perjalanan kami benar-benar terhanyut dengan keheningan, kedamaian, kesegaran, kenyamanan, keakraban dengan alam dan banyak lagi yang sulit diungkapkan didalam tulisan ini. Base Camp " Cikaniki "Di base camp ini, penulis merasakan sedikit terkejut bahwa ditengah hutan ada bungalow yang cukup bagus dengan fasilitas yang luar biasa. Dengan beberapa kamar tidur dengan kasur yang empuk, beberapa kamar mandi yang salah satunya ada "Shower", dapur dan peralatan masak yang cukup lengkap. Bungalow yang dibangun dari unsur kayu, memang luar biasa serasinya dengan kondisi alam. Udara yang sejuk dan segar ( tidak berdebu seperti di Jakarta ), benar-benar membawa suasana menyenangkan. Lelah, letih, dan lesu selama perjalanan Jakarta - Sukabumi benar-benar hilang -lang-lang dan terlupakan dengan sendirinya.

Setelah mengatur barang-barang bawaan, rombongan dengan dibagi 4 kelompok siap menuju "CANOPY TRAIL". Setiap kelompok didampingi oleh punggawa.Perjalanan menuju CANOPY TRAIL tidaklah jauh, namun menantang. Melalui jalan setapak yang hanya bisa dilalui satu orang dan dengan kondisi jalan yang basah, rombongan dengan bersuka ria meluncur menuju CANOPY TRAIL.Di area CANOPY TRAIl, terlihat susunan rangka-rangka baja menjulang keatas. Setapak demi setapak peserta menaiki tangga secara bergilir ( jika bersamaan, dikhawatirkan tidak bisa menahan bobot orang-orang Toyota ). Sesampai di Canopy, satu persatu peserta melintasi jembatan gantung menuju Canopy seberang. Tahap pertama, peserta melintasi jembatan yang konon tingginya sekitar 30 M dari permukaan tanah. Penulis melihat bahwa para peserta sangat menikmati dan bersuka ria, sampai-sampai mereka tidak mau melalui begitu saja dengan tanpa kenangan. Satu persatu minta diabadikan dengan foto.Setelah sampai di Canopy seberang yang berjarak kurang lebih 15 M, peserta turun ke Canopy berikutnya yang terletak dibawah Canopy Pertama. Disinipun peserta diberi kesempatan untuk melangkahkan kakinya dijembatan gantung, namun jaraknya tidak sejauh di jembatan gantung pertama. Dijembatan sinipun yang panjangnya sekitar 7 Meter, peserta disajikan keindahan alam dan kesegaran udara. Mentari tak kunjung terlihat namun cahayanya tetap menyinari indahnya alam taman gunung Halimun.Turun dari jembatan kedua ini, peserta masih diberi kesempatan sekali lagi untuk menelusuri yang ketiga kalinya jembatan gantung. Pada kesempatan ketiga ini, peserta hanya menelusuri jembatan yang kurang lebih sekitar 5 Meter panjangnya. Dan akhirnya para peserta kembali kepijakan semula yaitu bumi ( tanah ).

Perjalanan kembali menuju base camp lumayan menarik. Para peserta diharuskan menyeberang sungai kecil. Dengan pengorbanan celana basah, para peserta kembali merasakan dinginnya air sungai yang membangkitkan kesegaran dan kenyamanan didalam sanubari peserta.Penelusuran ke Canopy Trail tidaklah memakan waktu yang lama, kurang lebih sekitar 45 menit. Kembali ke base Camp, mengingat hari masih terang maka panitia mengusulkan untuk melanjutkan perjalanan menuju air terjun. Lokasi air terjun tidaklah jauh dari base camp, namun jalan menuju kesana tidaklah mulus. Jalan curam dan licin sangat menggoda peserta untuk terus berusaha mencapai lokasi air terjun. Seperti yang sudah ditekadkan bersama, seluruh peserta dapat mencapai lokasi air terjun dan bahkan salah satu peserta anak kecil tanpa sungkan-sungkan bermain air tanpa mengenakan busana namu tetap ceria.Seperti sudah menjadi suatu keharusan, para peserta minta diabadikan. Dengan begitu, masing-masing peserta bergatian menjadi model dan juru foto. Sangat menarik!Selesai bersenang-senang diair terjun, kembali peserta harus melangkahkan kaki mendaki jalan yang terjal dan licin. Kerjasama dan toleransi berperan luar biasa disini. Tolong menolong sudah menjadi kesadaran dari para peserta.

Kembali ke base camp, peserta mempersiapkan diri untuk membersihkan tubuh dari tanah. Antrian terlihat sangat rapih. Dan kembali peserta dapat merasakan sejuk dan segarnya air dari keran kamar mandi.Malampun tiba. Sesuai rencana, peserta akan diajak untuk melakukan perjalanan malam. Adapun tujuan perjalanan malam ini adalah untuk memperlihatkan kepada peserta bahwa alam itu luar biasa indahnya walaupun di malam yang gelap gulita.Namun sebelum berangkat, peserta diberi sepiring mie sekedar tambahan energi diselingi obrolan-obrolan ringan dari peserta.Sepiring mie telah disikat habis dan pesertapun dibawa ke hutan dimana disana telah menanti sejenis jamur yang memancarkan sinar dikegelapan malam. Sungguh pemandangan yang sangat indah dimana dari jamur - jamur tersebut memancarkan cahaya. Beberapa peserta mengambil jamur tersebut yang mana tumbuh di batang-batang atau ranting-ranting pohon yang sudah lapuk. Maksud hati untuk membawa kenang-kenangan namun apa daya setelah tiba di Jakarta, jamurpun tidak memancarkan lagi cahayanya yang indah tersebut. Dan akhirnya jamur tersebut mati karena tidak tahan dengan udara dan POLUSInya Jakarta.

Beberapa peserta kembali ke base camp mengingat kondisi jalan di hutan tersebut sangat licin dan gelap gulita sedangkan sebagian besar tetap meneruskan perjalanan menuju "taman terang" dimana jamur yang tumbuh lebih banyak.Kembali ke base camp, makanan sudah menanti. Pepes ikan, ayam goreng, lalap, dilengkapi dengan Bajigur, combro, pisang rebus sudah terhidang di meja. Perutpun tidak bisa diajak kompromi untuk segera diisi. Pagi berikutnya, sebagian kecil peserta pergi menuju Canopy Trail lagi. Kesan terhadap Canopy trail begitu mendalam, ingin melihat bagaimana indahnya sinar matahari pagi yang menyinari alam taman gunung Halimun.Sebagian peserta lagi dengan asyik menyantap nasi goreng dan melihat-lihat tanaman obat yang tumbuh disekitar bungalow. Acara utama pagi ini adalah "tea walk". Untuk peserta yang dewasa, jalan yang ditempuh adalah jalan hutan yang relatif sulit untuk ditempuh oleh peserta anak-anak .Menurut cerita didalam hutan tersebut hidup beberapa jenis binatang seperti OAK, burung Elang Jawa. Sedang peserta anak-anak, didampingi orang tuanya masing-masing berjalan menelusuri jalan berbatu-batu dengan pemandangan kiri kanan kebun teh.Selama perjalanan di areal perkebunan teh, suasana tidak jauh berbeda dengan suasana di Gunung Mas Puncak.

Penulis tidak mendapat kesan khusus selama perjalanan di areal ini.Yang perlu dicatat disini adalah betapa gembiranya anak-anak kala mereka menumpang truk menuju base camp. Ini adalah pengalaman pertama bagi anak-anak menumpang di bak terbuka sebuah truk. Dengan goyangan kiri kanan, mereka dengan riang menikmati perjalanan ini. Tawa lepas terdengar dari bibir-bibir mungil itu.. Tibalah kami di base camp. Hari sudah siang dan makan siangpun sudah tersedia. Kembali dengan menu nasi timbel, "Baby fish", gepuk dan sambal tersedia dan menggoda perut.Namun sebelum makan siang disantap, peserta berbenah diri untuk persiapan pulang menuju Balai Penelitian Kebandungan.Setelah selesai makan, sebagai pencinta alam yang sejati, mereka menyingsingkan lengan baju untuk membersihkan dan membereskan sampah-sampah yang berantakan. Luar biasa rasa tanggung jawab mereka terhadap lingkungan. Bagaimana dengan kita di Jakarta, apakah benar-benar bertanggung jawab dan tetap menjaga lingkungan di sekitar kita?Setelah selesai semuanya, peserta berkumul untuk mengucapkan syukur dan terima kasih atas kesempatan yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa dimana para peserta diberi penglihatan bahwa Tuhan itu maha kuasa dan karyanya maha indah. Tak lupa panitia mengucapkan terima kasih dan memberikan sedikit bingkisan kepada punggawa yang dengan setia mendampingi dan menjelaskan banyak hal dimana kelak akan menjadi kenangan untuk semua peserta.Perjalanan pulang dimulai.

Satu persatu mobil meninggalkan areal bungalow. Sama seperti pada waktu berangkat, jalan yang dilalui adalah jalan berbatuan. Setiap perkampungan yang dilalui, penulis melihat betapa bersahabatnya penduduk disekitar situ. Dengan senyum, sapa, sopan dan santun, mereka melambaikan tangan. Inilah salah satu wujud dari pribadi penduduk perdesaan.Penulis teringat akan slogan-slogan yang dipasang diruang-ruang kantor PT. TMMIN. Dengan slogan Senyum, Sapa, Sopan, Santun, Wujud dan bersahabat ternyata sudah diwujudkan dan diterapkan oleh mereka di perkampungan taman nasional Halimun. Mereka sudah tidak perlu lagi slogan-slogan. Mereka melakukannya dengan hati dan wajah yang tulus. LUAR BIASA.Bagaimana dengan kita yang sehari-hari membaca slogan tersebut? Ada baiknya, teman-teman di TIAC dapat menerapkan dan memberi contoh pengalaman-pengalaman yang didapat dari kehidupan penduduk didaerah-daerah yang telah dikunjungi oleh TIAC seperti keramah-tamahan, tegur sapa, senyum yang mana semakin hari semakin memudar dikehidupan kota ( dan atau di lingkungan TOYOTA?)

* Diambil dari catatan seorang teman TIAC saat mengikuti XPDC Kireina Halimun 24-25 Juli 2004

0 Comments:

Post a Comment

<< Home